SAAT AIR MATA IBU MENETES
Mungkin inilah impian Ibu yang belum terwujudkan. Sebuah impian yang
tanpa sengaja terkubur oleh keegoanku sepuluh tahun yang lalu. maafkan
aku Ibu....sepuluh tahun yang lalu aku belum memahami arti dari besarnya
harapan seorang ibu melihat anaknya memakai toga. sepuluh tahun yang
lalu aku tidak mengerti betapa kebanggaan itu kan memahatkan senyum
terindah dibibir Ibu.
Sudah berkali kali ibu menyinggung hal ini, namun berkali kali juga hati
ini membatu dengan berbagai alasan dan kondisi yang harus ku jalani.
Aku sibuk......Aku tak punya waktu.......Aku lelah berfikir......Aku
banyak tanggungan........dsb.
Sebatu apapun....Karang yang kokoh kan tetap terkikis oleh deburan ombak
dan hempasan angin....batu yang keras kan berlubang oleh tetesan air.
dan keakuan tetap kan luruh oleh tetesan airmata Ibu, isak tangisnya
berderai membasuh egoku yang gersang.........aku terpaku dibatas fajar,
terbasuh embun dalam balutan pagi. terhanyutku dalam aliran airmatanya
menghantarkan debur ombak menghempas pantai kesadaran.
ku tahu ini takkan mudah karena semua sudah banyak yang berubah,
kusadari banyak yang harus dihadapi guna lebih mendewasakan diri. karena
seperti sebuah petuah bijak "Menjadi tua itu pasti dan menjadi dewasa
adalah sebuah pilihan".
lebih mendewasakan diri....lebih mengerti serta memahami harapan yang harus terukir dalam nafas kehidupan.
Aku masih mencoba Ibu.....kembali merangkak...menggapai tongkat supaya aku mampu berdiri.
Aku masih berusaha Ibu......menata kepingan hati....mengurai kusut rangkaian angan.
Aku hanya...meminta doamu yang kan menguatkanku
Aku hanya ingin melihat kembali seulas senyum yang mendamaikan hati.
Aku sungguh menyayangimu Ibu....
meski tak pernah terucap....
meski tak mampu terpahat....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar